Wednesday 22 July 2015

Menjadi Penulis Itu Tidak Menyenangkan

Ehemm...
Menjadi penulis adalah pekerjaan yang kini makin banyak diimpikan oleh anak muda Indonesia. Munculnya banyak penulis baru yang sukses dengan karyanya, keleluasaan waktu yang ditawarkan oleh pekerjaan ini, hingga kesempatan untuk meluapkan kreativitas membuat profesi penulis semakin menarik dan digandrungi oleh berbagai kalangan. Belum lagi ketenaran dan kelimpahan materi yang didapat jika bisa mencetak buku bestseller, profesi penulis menjadi semakin menggiurkan.
Ooppss!!
Padahal sesunguhnya menulis bukanlah sebuah pekerjaan yang ringan, lho! Seoarang penulis asal Jepang bernama Haruki Murakami mengatakan bahwa seorang penulis ibaratnya adalah seseorang yang sedang mengikuti pertandingan lari maraton. Demi mencapai garis finish, seseorang harus cerdik mengatur tenaga agar tak kelelahan di tengah jalan. Dan bisa mencapai garis finish tepat waktu untuk kemudian menjadi pemenang. Proses menyelesaikan sebuah naskah tulisan memang tidak lebih ringan dari sebuah pertandingan maraton. Kita butuh waktu berminggu-minggu bahkan mungkin berbulan-bulan hanya untuk menyelesaikan sebuah novel yang bagus. 
Melakukan riset, berperang dengan mood sendiri, merevisi, atau bahkan merombak ulang isi tulisan akan menjadi bagian yang melelahkan dari sebuah proses menulis. Proses menulis yang panjang itu sungguh membutuhkan tenaga dan komitmen yang tidak main-main. 
Untuk menjadi penulis yang bisa konsisten menghasilkan karya, kita harus rela bekerja keras untuk terus menulis, tak peduli apapun rintangan yang menghadang di depan. Motivasi diri yang kuat sangat dibutuhkan disini. Tidak cukup hanya dengan ingin terkenal atau ingin kaya saja. Karena motivasi seperti itu justru akan membuat kita mudah putus asa saat writer block menyerang. Atau saat target yang kita pasang tak terpenuhi, kita akan sangat sulit untuk bangkit kembali. Pastikan visi misi kita jelas sebelum kita memutuskan untuk menjadi seorang penulis.
Lalu apa yang harus kita lakukan setelah kita melalui semua proses panjang dan melelahkan itu dan kemudian menghasilkan sebuah maha karya luar biasa kita? Karen menghasilkan sebuah karya tulis adalah ibarat melahirkan seorang anak, dan pilihan ada ditangan kita. Apakah kita akan menelantarkannya begitu saja, ataukah akan merawatnya dengan sungguh-sungguh hingga menjadi besar dan bersinar.
Tentunya kebahagiaan menjadi penulis buku sudah kita miliki, dan buku telah berada dalam genggaman. Lalu, bagaimanakah langkah kita selanjutnya? Cukupkah kita berbangga dengan kumpulan kertas bertulis itu? Tentu saja tidak. Kita harus memasarkan buku-buku itu. Buku-buku itu harus dibaca, dimiliki, dan dibeli orang lain. Cukuplah kita menyimpan 5 buah untuk arsip kita. Dan itu bertujuan untuk koleksi perpustakaan dan dokumentasi pribadi. Lalu, bagaimanakah strategi pemasaran buku itu? 
Tung Desem Waringin, seorang motivator ternama mengungkapkan sebuah buku tidak bisa didiamkan saja untuk bisa menjadi best seller. Selain promosi yang dilakukan penerbit, penulis harus kreatif mencari cara pemasaran yang tidak biasa. Seperti yang dilakukan Tung Desem 1 Juni 2008. Beliau menyebarkan uang sebanyak 100 juta rupiah dari atas pesawat. Menyebar uang ini sebenarnya bagian dari mempromosikan bukunya yang berjudul financial revolution. Cara ini membuahkan hasil,  di hari pertama, buku  financial revolution habis terjual sebanyak 38.878 eksemplar. Secara hitungan matematis tentunya pengorbanan Tung Desem Waringin dengan menyebar uang-uang tersebut sudah terbayar, bahkan pasti lebih. Secara cerdas Tung sudah balik modal dihari pertama pemasaran bukunya.
Lalu apakah kita harus mengikuti cara Tung tersebut agar buku yang kita tulis menjadi best seller. Tentu saja tidak harus demikian. Sebab setiap orang, setiap entrepreneur mempunyai cara dan strategi sendiri-sendiri dalam memasarkan dan mempromosikan bukunya. Tergantung kejelian dan keahlian kita.

Namun yang patut disayangkan adalah, masih banyak sekali penulis pemula yang kurang memahami bahkan kurang berminat untuk memasarkan atau mempromosikan bukunya sendiri agar bisa terjual lebih banyak. Penulis pemula biasanya sudah begitu bangga jika telah menghasilkan sebuah karya tulis atau buku. Mereka tidak peduli apakah tulisan itu akan dibaca orang atau tidak, akan terjual atau tidak, mereka sudah bangga dengan predikat baru mereka sebagai penulis. Bagi mereka yang harus bekerja selanjutnya adalah penerbit. Penerbit yang harus bertanggung jawab sepenuhnya terhadap sukses tidaknya sebuah buku, bukan mereka.
Coba kita bayangkan, berapa banyak buku yang dibuat oleh penerbit? Berapa banyak yang mereka harus jajakan untuk dibeli pembaca? Sudah pasti pemasaran mereka terbagi untuk beberapa buku. Sehingga pembeli pun tidak terpusat ke satu buku yang dijual oleh penerbit.
Kita bermimpi untuk menjadi penulis yang sukses, namun masih kukuh dengan pemikiran kolot kita. Enggan memasarkan buku karya sendiri. Merasa cukup dengan hanya sekedar posting sekali atau dua kali di kronologi akun fb atau twitter kita. Tidak ada rasa percaya diri yang bisa mendorong untuk terus memamerkan dan mempromosikannya. Berharap hanya pada keberuntungan dan nasib baik. 
Kawan, ingatlah selalu bahwa ada harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan. Itu sudah rumus pasti, dan hukum mutlak untuk mendapatkan sebuah kesuksesan. Kesuksesan itu tidak akan datang begitu saja, melainkan harus diusahakan, harus diupayakan. Banyak pengorbanan yang harus dilakukan. 
Bahkan para penulis sukses yang sudah ada saat ini pun, mereka juga begitu rajin memamerkan dan mempromosikan bukunya sendiri, tidak hanya mengkamulkan pemasaran dari penerbit. Saat karya sudah diserahkan ke penerbit, mereka tidak lantas duduk manis dan menunggu buku mereka tiba-tiba booming, lalu dia mendadak menjadi terkenal dan kaya. Mereka juga ikut pro aktif dalam memberi energi pada bukunya agar diterima dipasaran, digemari pembaca, dan dicari oleh semua orang. 
“Terus, apakah kita harus berkoar-koar terus seperti pedagang yang sedang menjajakan dagangannya begitu?” Jawabnya, “Iya” 
Tapi… jangan membayangkan kita menjajakan buku seperti pedagang di pasar, atau salesman yang datang door to door. Kini banyak hal-hal menarik yang bisa kita jadikan cara agar pembeli melirik buku kita. Banyak cara cerdas yang bisa digunakan. Namun ms. Orchid sama sekali tidak menganjurkan untuk menggunakan cara-cara yang kurang sopan dalam memasarkan buku sendiri. Seperti memposting di sosmed lalu asal ngetag orang sembarangan, yang akhirnya membuat orang lain merasa terganggu dan kurang begitu nyaman dengan apa yang kita lakukan. Dan jika belum-belum kita sudah menyinggung orang lain, maka boro-boro orang akan tertarik dengan buku kita, melihat pun mungkin enggan. Orang akan merasa illfil duluan dengan kita. Maka cara tersebut kurang direkomendasikan.

okay guys!!! Masih berani bermimpi untuk menjadi penulis ????

No comments:

Post a Comment